November 2012

Friday, November 9, 2012

Kejelasan Fana


(Semu, Bias, Fana itu Eksistensimu)
anggap saja aku sekarang sedang ada diruangan sunyi, tak ada satu ucappun yang terlontar, aku dikelilingi benteng biru. Haha bukankah itu warna yang dia sukai? sekarang aku termanggu dalam hamparan dedaunan cokelat dan menatap pada cermin panjang yang terpajang diruang sunyi ini. Lalu menatapnya menangis. aku yang merasa semua terasa semakin buyar dan hatiku mulai terkikis. Aku berusaha memahami apa yang terlintas di duniaku. Tapi hingga kini semua terasa terlalu cepat, atau jiwaku mulai meluruh dan aku tak terkoordinasi? Sungguh ingin menyelesaikannya meski sakit yang kutuai kelak.

Tahukah? Aku terhenyak menatap apa yang seharusnya kupahami dengan sekejap. Semua terasa semakin menjatuhkan. Hanya menyisakan tanda, sang pelumpuh hati, penghenti sistemku. Jika hatiku ini secarik kertas, mungkin sudah tak utuh.. karena yang kurasa kertas itu sudah habis teremas-remas . tugasku sekarang adalah membukanya kembali dan menerima garis karena ulahnya.Miris..

Kenapa begitu membutakan? karena aku buta menggapai alasan mengapa ini terjadi. hanya tanda tanya besar yang tersirat di benakku. aku mengemis jawab padanya.. tapi dia hanya menjawab seolah ini bukan urusanku. ingin sekali aku meradang, berteriak dan menyalahkan. jika ini bukan urusanku kenapa dia buat hati ini begitu dungu hingga selalu berharap semua akan kembali. tahukah dia? bahwa mengetahui semua taak baik tanpa mengetahui sang dalang lebih menyayat? Tahukah dia seperapa kali aku mencoba bangun bentengku, menyusun puzzle diriku sendiri tapi tetap saja tak ada rasa. semua membisu mati ditelan ilusi.

Ingin aku pergi dan memaki diriku sendiri karena telah bodoh memberikan semua terlalu cepat.. Tapi apa daya semua sudah terlanjur, jadi kini ini harga yang harus kuterima meratapi aku si gadis malang tak bertuan. Atau masihkah bertuan? Hanya kejelasan fana.

aku masih bisa bertahan saat masih terasa sedikit anggapan tentang diriku dibenakmu, meski hanya dengan sepenggal namaku. tapi sekarang? harus menggantung pada apa lagi? pada udara yang enggan nampak? atau bunyi yang hanya terdengar? atau rasa yang tak berbentuk? pada apa dan pada siapa? atau aku harus memutuskan semua dan lenyap?

bolehkah aku marah padanya, yang membuatku begini? atau pada diri sendiri yang dengan polosnya berharap ini akan indah? atau kembali pada waktu dan berdamai? lalu diam mematung berharap kembali? Aku muak.

cukup! aku tak sesabar itu, aku makhluk berbatas, aku makhluk bernafsu.. aku lemah. Massaku terlalu banyak menguap dengan sendiri, hingga titik balikkupun tak kugapai. Tak mampu berintruksi lalu lumpuhkan semua. Menggapai angan tak berbalas, bercumbu dengan kenaifan diri dan kebodohan tak berlogika.

Dia.. apakah aku boleh berpikir menyamping? aku lelah dengan semua..Berbicara tanpa lawan, berharap tanpa realita, berjalan tanpa tujuan, dan mengenang tanpa ujung. adakah cara melupakan? atau adakah cara memformat diri atau apa ini hanya mimpi dan aku akan terbangun sebentar lagi? Aku sakit..

Aku menyesal Tuhan, bolehkah aku sesali semua? sesali kelakarku yang terburu-buru. bolehkah aku mundur? dimana semua seharusnya tak seperti ini? Aku nanar..

 Untuk hatiku : Maaf karena terlalu memaksakan, maaf karena percayai pelangi dimalam gelap. Maaf karena membuatmu terkikis, tergores dan terhenti. bolehkah aku jujur? aku mulai lelah.. atau sudah lelah dengan semua? sebarapa lama lagi aku harus menanti dia? memikirkan dia, memikirkan keadaannya setiap malam. tanpa dipikirkan juga olehnya? aku minta maaf karena tak menyamankanmu. padahal tupaipun takan terjatuh dua kali.. bukan?

sekarang aku paham, mengapa menditekNya itu dilarang, karena DIA tahu yang terbaik untuk kita, jalani saja jalurnya dan kamu takan sesakit ini. Hai Dia yang disana, sudahkah selesai? atau masih ada putaran selanjutnya setelah ini? dan apa masihkah aku ?

untuk inderaku : maaf membuatmu berkecimpung dalam batas ilusiku. Batas tak tersentuh yang buatmu terus bereaksi menjadi H2O. Pada darah yang kupaksa terus berpacu mewarnai semua lukaku. pada impulsku yang telah lama menangis minta dihentikan. maaf aku egois.. maaf aku ceroboh.. maaf aku menyakiti kalian.

sorry cause i always believe that tomorrow will be better, and he will come back and say sorry with perfect moment. sorry to believe that everything will never useless, and sorry to never believe that im strong enough to take my step back and close the door of hope(less). and make you all enjoy become part of me.
sorry..