May 2016

Tuesday, May 24, 2016

Terpaksa Berdamai (kembali)




Teruntuk yang kukira (pernah) singgah 3 tahun yang lalu,
Ku kira kau telah terurai dengan sempurna oleh para racun yang dengan kerasnya berjuang menghancurkanmu dari-sebagian-aku yang hidup ini, nyatanya mereka tak cukup kuat untuk membuatmu berdegradasi menjadi nol,  atau terlebih menghilang, lenyap, terkubur bersama mereka yang terbuang.
Selamat berjumpa lagi.. di tahun ketiga setelah pertemuan kita yang pertama, ternyata masih saja sama.. tidakkah itu membuat peluhmu berguguran? Bisakah berhenti? Berhenti mengoyak tubuh wanita penulis entry ini. Aku lelah, harus bergulat lagi dengan para senyawa yang membuat pangkreasku merintih dan mengerang kesakitan akibat terlalu bayak bekerja.
Ku kira.. aku telah rampung menobatkanmu menjadi mereka yang terbuang, namun nyatanya kau masih menjadi arsip hidup yang bisa terbuka sesuka hati. Kau masih nyata, tersimpan dengan rapi, dan melekat pada hippocomusku.
Diagnosa itu.. membuat aku gagal paham dengan kodratku. Nampaknya, detik ini aku harus mulai berdamai kembali dan mungkin mulai kembali berjuang. Beruntungnya, aku sudah paham bagaimana menjadi tangguh sebelumnya dan kurasa aku masih ingat bagaimana caranya.
Melankolis sekali makhluk ciptaanMu ini, maaf..
Ku pastikan durasinya akan ku perpersempit, sehingga Engkau tak perlu khawatir akan aku.

Tuesday, May 10, 2016

Senandung Sang Borealis


Detik ini, rintik hujan menemaniku dengan tekunnya. Tak sepatah katapun ia mengeluhkan keheningan yang aku ciptakan dengan megahnya. Setidaknya hanya aku yang sunyi.. masih ada lantunan angin yang memberi kehangatan saat Bulan terdiam termanggu memerhatikan aku yang meredup. Memangnya aku ini dia? Bisa dengan seenaknya menyerap cahaya Sang Mentari dan berlagak bak aku bergelimbang tawa? Entahlah.. rasanya memudar lebih menenangkan aku kali ini.

Perkenalkan, aku Aurora, yap dia si penghasil pancaran cahaya yang menyala-nyala pada lapisan ionosfer dari sebuah planet, sebut saja Bumi sebagai akibat adanya interaksi antara medan magnetic yang dimiliki planet tersebut dengan partikel bermuatan yang dipancarkan oleh Sang Mentari. Dahulu, ada masanya ketika aku sangat mengagumkan, bahkan memabukan. Hingga aku tersapa masa dimana tak ada lagi partikel mentari yang sudi mampir pada medan magnet ionosferku. Disitulah aku berada sekarang.

Dahulu, mentari menjadi satu-satunya tempat aku bersandar. Walau aku ini kaum minoritas yang nyata adanya sesekali, jauh dari ibu kota bahkan aku tidak pernah tahu hiruk pikuknya. Sunyi seolah menjadi candu bagiku, hingga untuk meraihku.. mereka harus bersulit dahulu menerjang dinginku. Bukan merasa eksklusif dan tak mau dijangkau.. tapi rasanya kutub lebih menenangkan.
Sering sekali aku berlagak seolah tak ada mata yang memerhatikanku, sering sekali menghindar menyala walau ku tahu pasti mereka menantiku berlagak dan mempertaruhkan hidup matinya. Bagaimana tidak? aku bisa membuat mereka hipotermia dalam 5 menit jika sesaat saja mereka ceroboh. Namun saat aku mulai murka akan keberadaan mereka.. mentari menghangatkan ionosferku dengan partikel-partikelnya. Dia beri apa yang mereka mau karenaku, aku menyala, berkelap-kelip, dan memabukan. Tapi ketahuilah.. dialah yang membuatku candu.
Entah ini familiar di telingamu atau tidak, walau mentari bukanlah Polaris yang sesungguhnya. Tapi untukku dialah Polarisku, Bintang yang selalu berdiri tegak dengan gagahnya dan setia berlagak ditempat yang sama, dimanapun aku berada, dia tak pernah membiarkanku buta arah. Dia polarisku yang selalu berlagak di Utara.

Rasanya dia selalu berputar mengelilingiku, apakah aku sebenarnya yang berotasi? Hanya dia yang membuat medan magnet ini meresponnya dengan susunan yang berbeda,ku kira kami memang diciptakan untuk saling menyempurnakan dan membuat mereka kagum akan keindahan Tuhan. Aku merona kemerahan setiap kali plasma-plasmanya menyapa medan magnetikku, setiap kali proton dan electron dengan energy tinggi berjumpalitan dan saling bertegur sapa dengan partikel atmosfer Bumiku. Dialah Polarisku dan akulah Borealisnya.

Walau dia hanya menyapaku saat titik mataharinya mencapai maksimum, walaupun aku harus meneguk kesendirian ini setiap 11 tahun, tak sekalipun aku jenuh menanti saat titiknya mencapai maksimum dan rasanya aku siap berlagak memamerkan warnaku hingga partikelku memudar dan habis.. atau bahkan hingga aku punah. Iya aku bodoh.. memang. Tapi setulus itulah penantianku akan keberadaannya.

Namun apakah benar adanya dia sang Polaris? Karena saat malam menyapaku tak sekalipun dia berada di sekitarku, apakah orbitnya enggan untuk memasukan aku dalam daftar persinggahannya, bahkan barang sesaat untuk saling bertegur sapa? Atau aku selama ini salah sangka akan penobatan Polarisku?


Dia tak lagi di utara, sedangkan aku masih termenung disini, ini 11 yang ke-dua dan rasanya menunggu orbitmu lebih melelahkan dari biasanya. Apa karena ini sudah bukan tepat 11 tahun baru aku menunggu untuk berkilau? 11 tahun 2 bulan 15 hari dan plasmamu belum juga menciduk medan magnet bumi, panggung aku berlagak. Mengapa?

*Polaris (disebut juga sebagai Bintang Utara) adalah bintang paling terang di rasi Ursa Minor. Meskipun bumi berputar selama 24 jam sehari, Polaris akan selalu ada di tempatnya, karena Polaris berada dekat dengan sumbu bumi. Ia berada nyaris persis di pusat putaran yaitu kutub utara. Oleh karena itu, di India, Polaris disebut dengan Dhuva.
Karena letaknya itu juga, Polaris dianggap oleh nelayan sebagai pusat navigasi. Jika kita ada di Kutub Utara, Polaris akan berada di atas kepala. Jika kita ada di katulistiwa, Polaris akan berada di dekat cakrawala.
Polaris selalu di tempat yang sama sebagaimana bintang lainnya. Tapi dia menjadi istimewa karena cahayanya yang terang dan bisa menjadi rujukan navigasi. Jika tersesat, carilah Polaris bagian dari rasi bintang yang berbentuk beruang. Jika menemukannya, itu adalah Polaris. Itu adalah arah utara. 

To be continued..