Pemudaran Eksistensi
Hai.. sekarang
awan disekitarku berubah abu seperti meredup, hanya bagian bulanku saja yang terang menderang
menyinari orbit ini. Perak replika dirikupun hanya berdiri kaku tanpa nyawa. Mirip dengan apa yang kurasakan saat ini, bedanya aku bernyawa tapi ragaku mati.
Mengapa semua
terlihat buruk? Saat didekat orang terdekat saja terkadang aku merasa tak
nyaman dan terkadang aku ingin sekali memberi sekat antara diriku dan lingkungan luar. Mengapa
semua seperti ilusi yang terus saja bertamasya di lembah masa laluku? Apa karena
yang kurasakan ini sepi atau kehilangan atau sebuah penyesalan panjang tak berujung?
Pernahkah kamu
merasa kosong dan kesepian saat jelas-jelas kamu ada dilingkungan yang begitu
menyesakkan? Dan disitulah aku.. saat semua saling bersua memandang dan
bergurau. Air mukaku saja tak bisa kukendalikan. Semua organku seperti ikut iba
pada..hatiku. entah sejak kapan rasanya nadiku terhimpit dan dadaku tertimpa
bongkahan batu besar. Sesak.. sakit aku nanar.
Saat yang bisa
kulakukan hanya memunguti semua sulur hutan dan menganyamnya mejadi topeng..
untuk menutupi aku yang hilang, atau menampakan bahwa aku masih dalam
peredaranku dan aku teramat sangat baik.
Aku hanya begitu
muak dengan diriku yang terus saja mengidolakan perasaanku. Tanpa mengikuti
intruksi logika yang ku transferkan pada otakku. Apa otakku ikut iba dengan hatiku yang tak
pernah seutuhnya kembali sejak pembakaran massa yang kulakukan? Mengapa selalu
dia yang membuat semua ini semakin runyam.. Hipokrit sekali aku, menghakiminya
untuk menyembunyikan seberapa dungu hatiku ini. Atau apa otakku mulai ikut iba
dengan hatiku dan membangkang padaku? Ini konyol seperti gen dalam diriku bermutasi lalu memiliki sejuta
impuls pembangkang dan seribu pintu masa lalu tapi hanya menyisakan satu pintu
kesadaran untuk terus menapaki bola bundar yang tak hentinya berputar.
Jika ada satu
kata yang bisa menggambarkan keadaanku sekarang.. mungkin aku akan memilih kata
egois. Keegoisanku yang mengawali semua cerita tak berujung tanpa alur jelas dan tokoh yang tak bisa kuhitung berapa jumlahnya, antologi yang sudah kubuat sendiri tanpa tertarik mengakhirinya. Semua yang telah
kulakukan hanya membuat padang paradisoku semakin menguning mati tanpa unsur
hara. Unsur sumber kehidupan selain gas yang terus ku enyahkan untuk membuatnya
sesak.
Aku lelah terus
menggantung pada udara yang untuk menampakkan wujudnya saja dia enggan, aku lelah terus percaya
bahwa perlahan semua akan baik dan aku dengan berhasilnya menutup buku yang tak
pernah memiliki tuan yang jelas. Buku tentang semua tingkahku mengacuhkannya menghancurkan dan tingkah mereka menghujamku hingga terperosok.
Kali ini
nampaknya aku semakin jauh dari peradaban. Aku seperti ada di satu gubuk yang
tak pernah ku ketahui bentuknya. Tak bisa kutapaki jejaknya, tak bisa kurasakan
kerapuhannya dan tak bisa kupandangi wujudnya. Yang bisa kulakukan hanya terdiam
menahan beban ini sendiri, karena begitu aku coba untuk melangkah yang terjadi
gubuk itu menarikku terperosok lebih dalam lagi. Andai dengan memejamkan mata
semua bisa membaik.. aku menyanggupi sebagian hidupku kuisi dengan memejamkan
mataku asal dapat kugapai buah ketenangan dan kudapi arti kehidupan. Bukan hidup
karena aku bernyawa saja.. tapi kehidupan atas nyawa dan ragaku. Entah sejak
kapan ragaku mulai membeku tak berekspresi lagi.. apa itu setelah salah satu
kaum adam yang berhasil menaikan tahtaku ke tingkat ke-7 menghempaskanku dengan
sekali gerakan lalu kudapati peredarannya menghilang bersama bidadari lain?
Kenapa semua
begitu rumit? Kurasa membuktikan bahwa penambahan angka ganjil akan
menghasilkan angka genap lebih mudah daripada membuktikan seberapa padat bongkohan batu yang menimpa dadaku.. karena sampai sekarang aku masih mampu
berjalan meski tetap kurasakan himpitan karenanya.
Tuhan.. aku
lelah, aku lelah terus berlari dari realitamu. Aku lelah terus mencekoki ragaku
agar terus bertahan. Aku lelah memasang topeng ketegaran jika jauh didalam sini
merasakan seberapa banyak reaksi H2 dan O2 dalam diriku
saja aku tak mampu. Bisakah kau tutup tirai masa laluku? Bisakah aku menukar
ragaku dengan yang baru? Agar dengan mudah aku lupakan semuanya..bisakah?
Ini bukan tentang
SI-Cupid yang memanahkan panah merah jambunya, karena pada akhirnya dia tidak berhasil memikatku. ini tentang puzzle masaku, masa yang tak bisa kubedakan apa itu masa silam, masa sekarang, atau masa pencapaianku. semua serasa sama. satu bentuk yang membuat impulsku mulai berkedip minta diistirahatkan.
saat semakin jauh aku melangkah semakin banyak butir permata hati yang ku korbankan. semakin banyak tanya takberjawaban yang mengembang dan semakin banyak denting luka lama yang terbunyikan serampangan hingga mencapai ambang batas frekuensi pendengaranku lalu membuatku terus memekik minta dihentikan.
ingin sekali aku anggap ini semua hanya absurd paradiso yang gagal ku taklukan dan dipagi hari mentari akan menggelitiki kulitku dan membangunkanku dengan bantuan rerumputan yang bercengkrama dengan embun menghasilkan harum unik yang memikat. tapi nyatanya semua tidak pernah menjadi seperti itu.. karena yang terjadi sekarang adalah penghabisan masaku, pelenyapan musim semi dan awal dari musim dingin tak berujung dan aku hanya bisa terpaku menyaksikan semuanya berlangsung hingga yang kurakan kesemuan akan eksistensiku.