September 2014

Saturday, September 6, 2014

Eksistensi Hujan dan Semi akan Bumi



(dari salah satu Penghuni Bumi-ku)

Hari ini aku terbangun dengan senduku, walau matahari sudah menyapaku dengan kehangatannya (seperti biasa). Dibangunku kali ini aku seketika saja termenung.. Apa yang ku mimpikan tadi malam? Mimpi akan suatu kaderisasi jurusanku yang masih fana dalam nyataku, sdangkan kabar teman-temanku? Mereka sudah berhimpunan. Kapan giliranku tiba?
Tapi bukan disitu poin entry-ku kali ini. Entry-ku kali ini masih tentang siapa yang kukira akan menetap tapi nyatanya hanya berkunjung. Sudah banyak isu-isu miring tentangku diluar sana yang katanya tidak bisa mengambil keputusan dan suka bermain-main. Lalu mengapa aku harus repot-repot menanggapi mereka, jika mereka saja menolak untuk memahami ada apa dengan kisah silamku. Masih tentang dia yang silam..yang membuatku takut mengambil keputusan.
Dia yang ku kira akan menetap, akhir-akhir ini menjadi mulai fana untuk aku deskripsikan. Dia sering lenyap dari peredarannya di bumi-ku bahkan tanpa pamit terlebih dahulu.. sebut saja dia hujan. Aku sering sekali termanggu olehnya karena tingkahnya yang tak tertebak, terutama hasratnya untuk mengguyur bumi-ku, rasanya dia tak peduli akan kekeringan yang bumi-ku alami. Sering sekali aku menolak kata hati penghuni bumi-ku bahwa mereka berharap hujan untuk tetap tinggal agar mereka sejahtera, jujur saja aku masih terlalu enggan untuk berikatan dengan unsur manapun tapi penghuni bumi-ku mulai melemahkanku. Haha nyatanya satu unsur ini tidak cukup untuk membuat kebahagian ingin bersua dengan bumi-ku. Hujan menolak aku mentah-mentah (ini pikiranku), bahkan dikekeringan yang menyengsarakan penghuni bumi-ku dia hilang raib bah ditelan Bima Sakti. Dia menolak menemui bumi-ku lagi saat penghuni bumi-ku mengelu-elukan namanya. Jujur saja aku sakit karenanya.. dan itu membuat ozonku mulai berlubang bukankah dia handal dalam melakukannya? oh mungkin saja salah satu kandungan hujannya adalah zat asam? Atau dia sijahat ­Freon? Entahlah kini urusanku adalah mengobati penghuni bumi-ku.
Disela kesendirian mengurusi bumi-ku, ada Sang Semi yang menyerukan namaku, menyapa dan kurasa dia berniat membantu bumi-ku. Lalu dengan rasa yang masih saja bermuram durja karena kehilangan, kuizinkan saja semi membantuku tanpa pikir panjang. Dia datang.. sesekali membuat bumi-ku kembali berwarna, ada bagian yang bermekaran karenanya tapi ada saja yang masih layu karena menolak keberadaannya. Semi itu bias menurut para penghuni bumi-ku entah maksud apa yang tersirat dari kebiasan ini. Tapi yang terpenting bumi-ku sedikt membaik.

Lagi-lagi sebagian penghuni bumi-ku menyerukan hujan yang rasanya menolak untuk kembali, semakin banyak seruan itu mengusikku semakin banyak lubang ozon yang lahir ke Bima Sakti ini. Letih sekali aku menunggu, hingga rasanya aku sempat menyapa satu kedudukan dalam rotasiku untuk menghapus sejarah tentang hujan di Bumi-ku ini. Tapi bukan berarti aku tak mengizinkannya berkunjung kembali, aku izinkan tentunya tapi dengan aku yang baru untuknya (khusus untuknya).
Semi selalu berusaha membuat bunga bermekaran di bumi-ku, membuat para penghuni tertawa renyah kegirangan karenanya, tapi entah kenapa itu belum cukup untukku. Tak kudapati arti ketulusan dan kesungguhan yang benar adanya dalam dirinya. Entah mengapa..
Semuanya bias, sebias apa yang aku inginkan sesungguhnya, meski aku mulai berpikir untuk merelakan hujan lenyap dengan sempurnanya ada saja penghuni bumi-ku yang ingin meyakinkanku bahwa hujan akan kembali menyuburkan bumi-ku. Aku lelah.. lelah menanti hujan yang terlalu takut untuk mengambil langkah. Mengambil langkah untuk menetap atau pergi merantau ke galaksi lain. Jika aku, semi, dan hujan adalah manusia-manusia penghuni bumi. Aku ingin sekali berujar seperti ini:
“ Kenapa selalu ragu untuk melangkah hujan? Kenapa selalu senang mengacuhkanku, aku tidak suka diperlakukan seperti itu dan aku tidak suka terus menantimu yang terlalu bias untuk dinanti. Aku letih menanti seseorang yang enggan melangkah. Aku kali ini akan mengambil persimpangan itu hujan dan jangan ikuti aku, pilihlah jalanmu sendiri toh jika kita ditakdirkan untuk saling mempertemukan satu sama lain, jalan aku dan kamu akan saling bersimpangan walau itu hanya untuk menyapa satu sama lain atu mengikat janji untuk bertemu lagi.”
Untuk Semi yang baik hati:
“ Hai, kembali lagi rupanya? Apakabar? Masih sama seperti dulu bukan? Selalu baik hati menemani semua bualan tak beresensi dari gadis Geodet ini tapi terimakasih untuk selalu menenangkanku saat tak ada lagi pundak yang bisa kupinjam. Aku dan kamu selalu semu adanya bias karena semua menolak untuk melangkah lebih. Iya kamu, manusia peragu yang entah sampai kapan akan selalu meragu dalam diam. Akan kau bawa kemana alur cerita ini? Apakah masih berkenan untuk aku bantu mengarahkannya? Hm, terimakasih banyak untuk kamu dariku”

P.S: I wish you read my entry, especially this one. Yes you..I wish you find my blog and finally you know what was I feeling when created this entry. Thanks