Trilogi
(I'm just trying to grow up) |
Halo, pasti kalian bosan pada
semua celoteh muramku.. Maaf tapi entah harus bagaimana lagi agar semua
terlihat semestinya. Mengapa rasanya disini sakit? Saat semua cerita lama
dengan sadarnya kuungkap ke permukaan. Mengapa masih ada yang berbekas? Sudah hampir
enam tahun bukan? Dan masih saja seperti ini. Miris bukan? Aku tahu.
Benih ini gagal ku budidayakan, bukan karena terlalu malas
menyiraminya dan memberinya nutrisi agar lebih cepat tumbuh dan berkembang. Aku
malah terlalu berlebihan memberikan segalanya.. hingga benihku tak tumbuh
dengan semestinya terlebih mati, membusuk..
Benih ini sudah berusia renta, sudah paham bagaimana
perbedaan semua nutrisi yang diberikan padanya. Tapi tetap saja dia enggan
tumbuh menjadi yang seharusnya. Dia menolak untuk tumbuh lebih tepatnya. Apa
yang dia butuhkan bumi? Bukankah semua sudah kuusahakan? Apa yang terlewatkan
olehku?
Terkadang saat nutrisi baru
menyapanya dia seolah akan tumbuh dengan gagahnya tapi nyatanya itu hanya
sesaat bumi.. lalu terdiam seolah mati enggan tumbuh..dan nyaris membusuk. Apa
salahku?
Ingin sekali memberitahumu bahwa setekun apapun kau memberi
berbagai jenis nutrisi.. dia akan selalu seperti itu.. mencoba tumbuh hanya
untuk menyadari bukan nutrisi ini yang dia butuhan. Dia hanya ingin dirawat
semestinya seperti mereka yang tumbuh dengan liar. Sebab semua yang
dibutuhkannya hanyalah penanam tekun sepertimu. Tahukah kau penanam sesuatu
yang berlebihan itu akan berdampak buruk. Seperti kau contohnya:” You love too much so you hurt too much.”,
dan apa bedanya benih itu denganmu? Mengapa tak kau biarkan saja benih itu
digantikan dengan benih-benih yang lebih berkualitas darinya? Mengapa kau malah
tekun mengamati setiap gerak-geriknya, keperluannya, bahkan apa yang sedang dia
butuhkan baru-baru ini? Bukankah kau memang sudah gagal dari sediakala. Mengapa
masih berharap ada celah? Mengapa kau begitu batu? Hingga lupa berapa banyak waktu yang telah kau lewatkan
untuknya? Waktu yang kau buang dengan sia-sia.
-Bumi
Halo Bumi, terimakasih telah memperhatikan semua tingkahku.
Terimakasih atas semua waktu yang kau berikan saat aku berkeluh kesah,
terimakasih atas semua udara sejuk yang kau hadiahkan saat aku sedang
kegerahan, dan terimakasih atas rumput yang subur juga bunga-bunga mekar yang
menemaniku saat aku bermuram durja. Aku tahu betapa bodohnya aku. Jika benih
itu adalah sebangsaku mungkin aku akan berkata ;”Ya aku memang bodoh..give attention to one person too much till I
never know that another one give attention to me or I just ignore to know it?”
Tapi andai saja kau tahu Bumi, bahwa aku selalu berharap ada satu saja harapan
yang akan membuat benih itu tumbuh untuk mengenyahkan semua probabilitas akan
kematian benih ini, meski aku harus mengorbankan semuanya seperti enam tahun
ini.
Kadang memang melelahkan Bumi, seperti aku seekor marmut
merah jambu lucu yang berlari di atas roda.. seolah aku sudah berlari jauh,
tapi nyatanya aku tidak berpindah sedikitpun tetap ditempat yang sama.
Melelahkan bukan? Hanya entah kapan ada yang akan datang menghampiriku untuk
memintaku berhenti..aku hanya mengira benih inilah yang akan berujar demikian
dengan kesuburannya kelak. Tapi nyatanya semua salah. Saat penolakan
terakhirnya untuk tumbuh padaku. Satu setengah bulan yang lalu. Saat awan tak
sedang bersahabat denganku, angin berlari semaunya, bunga-bunga enggan
menyapaku dan kesunyian akan kicauan burung-burung yang selalu kau datangkan
untuk sekedar bercanda gurau. Aku lelah Bumi, Aku lelah menjadi punduk yang merindukan rembulan, aku merasa sudah
cukup untuk mempertaruhkan semua Kristal kehidupanku tuk semua besi yang
dibutakan klorida, aku merasa waktu akhirnya mengambil apa yang seharusnya
menjadi miliknya..rasa disini Bumi. Aku memang terlambat.. enam tahun aku
bergulat dengan titik yang sama, sesekali menoleh tapi selalu kembali pada
titik itu seolah dia pusat gravitasi. Aku lelah mengaduh Bumi, dan aku bahagia
karena akhirnya aku tahu dia datang bukan untuk menjadi pendampingku..tapi
sebagai pelajaran agar tidak terlalu mudah memberikan rasa ini pada siapa saja
yang datang. Entah mereka adalah pihak minoritas yang berniat untuk sekedar
berkunjung atau bahkan memilih menetap. Aku tak bisa membedakan. Karena
disini..masih menganga luka yang belum juga cukup dewasa untuk berkata “Hai kau
sudah cukup tegar, tahukah kau?”
Mengenangnya seperti meneguk Green Tea Freeze, karena pada isapan pertama tidak sedikitpun rasa
menghampiri pengecapmu tetapi setelah tegukan pertamamu akan kau rasakan
bagaimana rasa sesungguhnya.
Aku merelakanmu detik itu..aku
ingin melihat benih lain yang tidak enggan untuk tumbuh bersamaku. Benih yang
membuat aku tersenyum lepas karena berhasil membuatnya tumbuh dengan asrinya.
Maaf karena kesabaran ini berbatas.. maaf tak bisa menunggumu lebih jauh lagi. Mungkin
aku hanya kurang bersabar..tapi kurasa ini cukup untukmu.
-penanam
Maaf..maaf karena tersadar begitu lama, sungguh jangan
tinggalkan aku yang sekarang berjanji untuk tumbuh bersamamu, tumbuh dan
memberikanmu berbagai rasa dari buahku. Maaf karena begitu ragu dan
mempermainkan kegigihanmu merawatku. Bisakah kau kembali? Merawatku tanpa
melihat benih-benih lain yang mungkin
lebih baik dariku? Aku hanya ragu.. ragu apakah benar kau yang harus aku temui
untuk menjadi pemanen pertamaku. Aku hanya ingin bermain denganmu sejenak tanpa
berkalkulasi dengan waktu..aku tahu enam tahun kau masih berkutat denganku.
Seperti aku berkutat denganmu.. hanya saja aku terlalu memegang teguh harga
diriku untuk luluh ditangan dinginmu.
Kali ini aku memohon dengan sangat.. izinkan aku tumbuh
bersamamu walau detik ini kau sama sekali tidak melihat adanya eksistensiku.
Aku membutuhkanmu.. bisakah kau menunggu lebih sabar? Sebab aku ingin pulang.. karena kemanapun aku pergi, kaulah
rumahku..tempat aku pulang dan bernaung. Bisakah?
-benih
“Beberapa insan memaafkan
kesalahan yang sama berulang-ulang. Semata karena takut kehilangan.
Beberapa orang memilih
bertahan, hanya karena mereka tidak tahu caranya pergi dan melepaskan.
Beberapa orang perlu
dtinggalkan terlebih dahulu, untuk sekedar menghargai apa yang telah dimiliki.”
Dan sekarang aku paham benih..
-penanam
P.S : “ Thanks for accompanying me till this moment. Not
directly but indirectly. You’re such a major of my mind. The only reason of my
swing mood and the only reason to shed my tears. It’s time to say good bye for
you. Thanks for the happiness, pains, and lessons which you have given to me. I
let you go for your own happiness. If our way will be crossed. We will meet
again. Trust me. Once again, thanks for had been my precious thing who I ever
had. Good luck!
0 comments :
Post a Comment
now, you know my secrets